Pemdes Ekorino Harus Berani Manfaatkan Potensi Desa Yang Dimiliki
Oleh : Angel Maudul, S.AB
(Putra Ekorino - Wasile Selatan)
Visi-Misi meningkatkan kesejahteraan masyarakat selama ini nampak hanya sebatas slogan di setiap momentum pergantian pimpinan pada institusi pemerintahan. Baik dari pemerintahan tertinggi presiden, sampai yang terkecil kepala desa. Hal tersebut tak terkecuali desa ekorino, kecamatan wasile selatan, kabupaten halmahera timur.
Faktanya
saat ini banyak kepala keluarga dan pemuda terpaksa harus memilih keluar dari desa untuk
mencari nafkah. Desa sudah tidak produktif lagi. Harga kopra anjlok, kebutuhan
hidup meningkat. Desa sudah tidak nyaman lagi walau hanya sekedar untuk pulang kampung
(pulkam). Entah karena sepih atau memang karena tidak ada hal yang menarik.
Sejak
di mekarkan pada tahun 2012 dan menjadi desa otonom, Ekorino hingga kini masih
saja terlihat begitu-begitu saja. Tak ada perubahan yang berarti. Hanya bergantung pada sektor perkebunan, perikanan
(nelayan), pertanian (padahal harga kopra terjun bebas hampir tak ada
harganya). Sementara untuk anggaran, pemerintah masih terus bergantung pada anggaran dana desa (DD) dan lain-lain. Padahal dana dan anggaran itu bertujuan agar desa lebih
mandiri dan sejahtera.
Sementara
anggaran yang diterima tersebut terlihat digunakan hanya di fokuskan untuk pembangunan
fisik (infrastruktur) yang nilai kebermanfaatannya hanya untuk jangka pendek dan tidak
memperoleh pendapatan dari anggaran yang dikeluarkan itu. Pemerintah harusnya memahami
bahwa anggaran yang dikeluarkan haruslah memperoleh nilai ekonomis di masa
mendatang, baik untuk kas pemerintah desa maupun untuk komunitas dan masyarakat
pada umumnya.
Kita harus berkaca dari desa-desa yang ada di pulau jawa. Keberhasilan salah satu desa di pulau jawa yakni, Desa Pujon
Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam mengelola dana desa mendapat
acungan jempol dari berbagai kalangan. Dana desa yang digunakan untuk
mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) telah berhasil menyulap desa ini
menjadi lokasi wisata yang menyedot ribuan pengunjung setiap harinya.
BUMDes
yang mereka kelola telah berhasil memperoleh Pendapatan Asli Desa (PADes)
hingga lebih dari Rp 1,3 miliar pada tahun 2018. Padahal sebelumnya, PADes
Pujon Kidul hanya berkisar Rp 30-40 juta per tahun. Tahun ini, mereka yakin
mampu meraih PADes hingga Rp 2,5 miliar. Alhasil, saat ini desa
tersebut sudah tidak lagi terlalu mengandalkan dana desa untuk pembangunan desa
mereka.
Jika saat
ini dana desa di tiadakan oleh pemerintah pusat. Apakah Ekorino siap?
Wakil
Presiden Jusuf Kalla (JK) pernah meminta agar dana desa bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur tetapi
untuk pembangunan pertanian dan penting juga menjaga pendapatan
masyarakat selain petani. Seperti pengembangan pariwisata. Hal itu agar bias mendorong
terciptanya desa mandiri.
Saya cenderung
setuju dengan pernyataan itu. Karena tidak semua masyarakat di desa adalah
petani ataupun nelayan. Meskipun saat ini petani tengah menjerit dengan
rendahnya nilai jual kopra. Oleh karena itu pemerintah desa perlu memutar otak
agar DD dan anggaran-anggaran lainnya yang digunakan dapat memberi manfaat
untuk semua kalangan serta mengurangi angka pengangguran di desa. Salah satunya
dengan membangun badan usaha milik desa (BUMDes).
Selain itu, tidak ada yang menjamin bahwa anggaran dana desa (DD) akan
selalu ada. Setiap lima (5) tahun kepala Negara akan berubah, artinya kebijakan
pun ikut berubah tergantung situasi dan kondisi keuangan negara. Dengan
dihapusnya DD, tentu saja hal itu akan berimbas pada pembangunan di tingkat
desa. Apalagi bagi desa yang belum mandiri dan masih sangat bergantung pada DD.
Potensi
desa adalah segenap sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang
dimiliki desa sebagai modal dasar yang perlu dikelola dan dikembangkan bagi
kelangsungan dan perkembangan desa.
Secara
singkat, potensi fisik dan non fisik, SDA : lahan kosong, sungai, perkebunan,
hutan, pegunungan yang pada saat ini belum dimanfaatkan. SDM : potensi yang
dimiliki desa ekorino adalah tenaga potensial serta memiliki SDM diatas
rata-rata. Hal itu bisa dilihat dari usia produktif 18-40 tahun tingkat pendidikan
rata-rata SMP/SMA. Bahkan saat ini pendidikan tingkat sarjana pun tergolong
cukup banyak.
Selain
itu, desa ekorino juga memiliki sumber daya sosial seperti Karang Taruna, Ibu-ibu
PKK, Posyandu dan lain-lain. Selanjutnya sumber daya ekonomi. Nah, sumber daya
inilah yang menjadi masalah saat ini yang perluh dipikirkan oleh pemerintah
desa. Sejak awal sampai saat ini, kelompok tani dan kelompok nelayan belum
diberdayakan secara maksimal. BUMDes pun demikian belum jelas keberadaanya.
Tujuan
dari pemerintah pusat dalam menggelontorkan dana desa senilai 1 Miliar untuk
mewujudkan desa mandiri akan susah dicapai apabila masyarakat dan pemerintah
desa masih berpikir masa bodoh dan menghamburkan-hamburkan uang tanpa
memikirkan nilai ekonomis yang harus didapat.
Seperti
disebutkan diatas, salah satu potensi yang dimiliki desa ekorino adalah SDA.
Sebut saja potensi kawasan hutan mangrove/bakau. Pemerintah dan masyarakat desa
perlu mensyukuri atas potensi ini. Menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber
Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno,
hutan mangrove berperan sebagai daerah perlindungan dan perkembangan bagi biota
laut yang sangat beragam, seperti ikan, kepiting, udang, moluska. Mangrove juga
menjadi habitat favorit untuk kawanan burung dan reptil.
Tak hanya
itu, mangrove juga mencegah abrasi akibat dari air laut. Manfaat ekonomi jangka panjang dari hutan
bakau ini pun dapat dimanfaatkan menjadi kawasan ekowisata alam mangrove tanpa
merusak kawasan.
Menciptakan
dan mengembangkan ekowisata kawasan mangrove adalah solusi untuk memacuh
perkembangan perekonomian di desa ekorino saat ini. Pemerintah perlu
mengalokasikan anggaran dana desa untuk membuat terobosan baru dengan
menciptakan peluang-peluang ekonomi itu. Apalagi kebijakan
daerah kabupaten Halmahera timur saat ini yang turut mendorong sektor
pariwisata akan lebih memudahkan proses penganggaran. Langkah awal
adalah dengan membentuk BUMDes yang transparan. Kemudian membentuk tim
pengelola kawasan ekowisata mangrove yang berbasis kemasyarakatan.
Sebagai contoh, salah satu desa di Kabupaten Jeneponto,
Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di desa Balang Baru. Kepala desa setempat pada
tahun 2017 menggelontorkan anggaran DD hanya senilai 150 juta untuk menyulap
hutan mangrove yang dimiliki desa menjadi kawasan ekowisata alam. Setelah
diresmikan dan dibuka untuk umum pada desember 2018, kini masyarakat setempat
sudah mulai merasakan dampak pertumbuhan ekonominya. Pengelolaanya berjalan
dinamis dengan 5 orang pengelola dibawah tanggungjawab BUMDes.
Tentu
saja dengan adanya kawasan wisata itu desa akan memperoleh banyak manfaat. Sedikitnya
ada 4 manfaat yang dirasakan masyarakat dengan diadakan kawasan ekowisata
mangrove, sebagai berikut.
Pertama,
dengan adanya kawasan ekowisata mangrove, akan
mendorong pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM) baru. Masyarakat dapat
menciptakan produk lokal untuk dipasarkan kepada pengunjung yang datang ke
kawasan wisata. Misalnya produk khas yang dapat dipasarkan yang terbuat dari
anyaman tradisional dengan bahan baku daun pandan hutan (buro-buro) tikar (alas
tidur), susiru (penampung beras) dan sebagainya. Hitung-hitung sekalian ikut
melestarikan kearifan lokal.
Kedua, manfaat pengembangan ekowisata mangrove yang tentunya
akan langsung memberikan dampak positif bagi warga disekitar kawasan wisata. Dampak
positifnya yaitu tingkat kehidupan warga lebih sejahtera dengan terciptanya
lapangan kerja baru dan mengurangi tingkat pengangguran.
Ketiga, pemerintah desa memperoleh income (pendapatan) dengan
menjual tiket ataupun sekedar memungut uang parkir kendaraan untuk masuk ke
kawasan ekowisata mangrove. Tentu saja hasil penjualan tiket atau retribusi parkir
tersebut masuk ke PADes. Dari hasil ini dapat digunakan untuk pengembangan
kawasan ekowisata atau bahkan dapat digunakan untuk hal yang dibutuhkan desa.
Keempat, sebagai sarana edukasi. Dengan adanya kawasan
ekowisata mangrove ini, kita bias gunakan menginformasikan apa itu tanaman
mangrove? Apa manfaatnya untuk lingkungan? Bagaimana kita merawatnya?, serta kita
bias mengajak pengunjung untuk bersama-sama menanam pohon mangrove.
Nah, untuk mewujudkan semuanya itu diperlukan komitmen dan
sinergitas antara stakeholder yang ada. Seperti pemerintah desa, BPD,
komunitas, pemuda desa beserta seluruh masyarakat desa harus bersepakat dan
berperan aktif untuk mewujudkan kemandirian ekonomi desa dengan memanfaatkan
secara efektif potensi-potensi dan sumber daya yang dimiliki.
Mantap sodara 👍😡
BalasHapusSiap. Mkasih sdra
HapusMantap soadara 👍
BalasHapus